Oleh: Adam Surya Dewangga
Era
reformasi tahun 1998 merupakan tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia. Secara
politis, Indonesia telah memasuki babak baru yakni memperjuangkan sistem
pemerintahan yang demokratis. Salah satu bentuk dari upaya tersebut adalah
dengan ditegakkannya prinsip kebebasan pers. Pers yang kala masa orde baru
dikontrol penuh oleh pemerintah, khususnya dalam hal produksi konten, kini
telah menjadi pers yang dimiliki oleh masyarakat. Surat Izin Usaha Penerbitan
Pers (SIUPP) yang sebelumnya mengatur izin penerbitan pers di Indonesia pra
reformasi telah dihapus. Akibatnya, pers di Indonesia kini telah “bebas”. Semenjak
itu, media di Indonesia berkembang pesat.
Tahun
1988 menjadi awal masuknya internet ke Indonesia. Namun, kala itu belum banyak
masyarakat Indonesia yang mengetahui dan dapat mengaksesnya. Barulah pasca
reformasi, internet sedikit demi sedikit mulai merambah ke seluruh masyarakat
Indonesia. Walaupun persebaran pengguna internet di Indonesia hingga saat ini
belum merata. Hal ini disebabkan sarana untuk mengakses internet belum
terbangun secara merata pula. Namun, hal itu telah cukup menunjukkan bahwa
media dan teknologi akan terus berkembang di Indonesia.
Perkembangan
teknologi di Indonesia telah mengubah media konvensional menjadi digital. Media
yang sebelumnya bersifat masif menjadi sangat masif dan interaktif. Dengan
munculnya internet, kini masyarakat tidak lagi hanya menerima informasi yang
sudah ada di media namun masyarakat telah mampu menyeleksi dan memilih informasi
apa yang akan dikonsumsi, bahkan memproduksi informasi. Selain itu dengan
adanya digitalisasi, televisi kini tak hanya dapat dinikmati melalui sinyal Ultra High Frequency (UHF) maupun
televisi kabel. Siaran televisi telah dapat dikonsumsi melalui live streaming. Perkembangan teknologi
dan digitalisasi media ini kemudian memunculkan konsep konvergensi media.
Konvergensi
berasal dari bahasa Inggris yaitu convergence.
Kata konvergensi merujuk pada dua hal/benda atau lebih bertemu dan bersatu
dalam suatu titik (Arismunandar, 2006: 1). Menurut Soekartono (2010),
konvergensi adalah penyatuan berbagai layanan dan teknologi komunikasi serta
informasi. Proses konvergensi sebenarnya sudah terjadi sejak tulisan di batu,
lalu berubah menjadi daun, lalu kertas, kemudian sinyal radio dan televisi,
hingga yang terakhir kini muncul internet. Konsep konvergensi muncul dan
menjadi sangat kuat ketika bahasa biner (digital) yang dibawa internet muncul. Internet
telah berhasil menggabungkan sifat-sifat teknologi telekomunikasi konvensional
yang bersifat massif dengan teknologi komputer yang bersifat interaktif.
Fenomena ini lazim disebut sebagai konvergensi, yakni bergabungnya media
telekomunikasi tradisional dengan internet sekaligus.
Dalam
arti yang lebih luas, Konvergensi mengubah hubungan antara teknologi, industri,
pasar, gaya hidup dan khalayak (Soekartono, 2010). Secara sederhana hal ini
dapat dimaknai bahwa konvergensi telah mengubah pola hubungan produksi dan
konsumsi. Dalam hubungan industri-industri, konvergensi telah memunculkan merger antar perusahaan, akuisi, bahkan
persaingan pasar yang besar. Dalam hubungan aplikasi-aplikasi, dengan adanya
proses konvergensi, kini satu buah Handphone
sudah dapat digunakan untuk mengkases kamera, kalkulator, e-mail, e-banking, dan sebagainya. Belum lagi dalam hubungan
produsen-konsumen, konvergensi telah membongkar batas antara produsen dan
konsumen konten. Kini, siapa saja bisa membuat isi pesan.
Konvergensi telah memberikan dampak yang
signifikan terhadap perkembangan industri, khususnya industri media. Media
menjadi harus melakukan proses konvergensi untuk bisa tetap “hidup”. Di
Indonesia, media melakukan berbagai cara untuk menempuhnya. Media besar di
Indonesia kebanyakan masih latah terhadap pola penerapan konvergensi media. Hal
yang dipikirkan hanya sebatas masalah akuisisi. Sebagai contoh: TransCorp yang
membeli kanal Detik[dot]com. Contoh lain Kompas Gramedia yang membentuk
Kompas[dot]com dan KompasTV. Kompas Gramedia mungkin tidak melakukan akuisisi.
Namun media-media yang ada tersebut (Koran Kompas, Kompas[dot]com, dan KompasTV)
hanya sebatas memenuhi prinsip 3M (multimedia,
multichannel, multiplatform), yang menjadi ciri dari konvergensi media,
atas kepemilikannya saja. Sehingga tidak ada kesinambungan konten antar satu
media dengan media yang lain.
Pada akhirnya, konvergensi yang terjadi
hanya sebatas perubahan bentuk media penyalurannya saja. Sebuah perusahan media
besar hadir dengan kanal-kanal media yang mana kanal-kanal tersebut berjalan
sendiri-sendiri. Akibat dari media yang tidak saling terkait ini, setiap media
berlomba-lomba dengan bentuknya masing-masing. Media daring misalnya, dia akan
mengandalkan kecepatannya untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya. Hal
ini berdampak pada munculnya berita-berita singkat yang kurang akurat.