Tuesday, 18 October 2016

Konvergensi Media: Sebuah Ajang Perlombaan Antar Media?

Oleh: Adam Surya Dewangga
            Era reformasi tahun 1998 merupakan tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia. Secara politis, Indonesia telah memasuki babak baru yakni memperjuangkan sistem pemerintahan yang demokratis. Salah satu bentuk dari upaya tersebut adalah dengan ditegakkannya prinsip kebebasan pers. Pers yang kala masa orde baru dikontrol penuh oleh pemerintah, khususnya dalam hal produksi konten, kini telah menjadi pers yang dimiliki oleh masyarakat. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang sebelumnya mengatur izin penerbitan pers di Indonesia pra reformasi telah dihapus. Akibatnya, pers di Indonesia kini telah “bebas”. Semenjak itu, media di Indonesia berkembang pesat.
            Tahun 1988 menjadi awal masuknya internet ke Indonesia. Namun, kala itu belum banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui dan dapat mengaksesnya. Barulah pasca reformasi, internet sedikit demi sedikit mulai merambah ke seluruh masyarakat Indonesia. Walaupun persebaran pengguna internet di Indonesia hingga saat ini belum merata. Hal ini disebabkan sarana untuk mengakses internet belum terbangun secara merata pula. Namun, hal itu telah cukup menunjukkan bahwa media dan teknologi akan terus berkembang di Indonesia.
            Perkembangan teknologi di Indonesia telah mengubah media konvensional menjadi digital. Media yang sebelumnya bersifat masif menjadi sangat masif dan interaktif. Dengan munculnya internet, kini masyarakat tidak lagi hanya menerima informasi yang sudah ada di media namun masyarakat telah mampu menyeleksi dan memilih informasi apa yang akan dikonsumsi, bahkan memproduksi informasi. Selain itu dengan adanya digitalisasi, televisi kini tak hanya dapat dinikmati melalui sinyal Ultra High Frequency (UHF) maupun televisi kabel. Siaran televisi telah dapat dikonsumsi melalui live streaming. Perkembangan teknologi dan digitalisasi media ini kemudian memunculkan konsep konvergensi media.
            Konvergensi berasal dari bahasa Inggris yaitu convergence. Kata konvergensi merujuk pada dua hal/benda atau lebih bertemu dan bersatu dalam suatu titik (Arismunandar, 2006: 1). Menurut Soekartono (2010), konvergensi adalah penyatuan berbagai layanan dan teknologi komunikasi serta informasi. Proses konvergensi sebenarnya sudah terjadi sejak tulisan di batu, lalu berubah menjadi daun, lalu kertas, kemudian sinyal radio dan televisi, hingga yang terakhir kini muncul internet. Konsep konvergensi muncul dan menjadi sangat kuat ketika bahasa biner (digital) yang dibawa internet muncul. Internet telah berhasil menggabungkan sifat-sifat teknologi telekomunikasi konvensional yang bersifat massif dengan teknologi komputer yang bersifat interaktif. Fenomena ini lazim disebut sebagai konvergensi, yakni bergabungnya media telekomunikasi tradisional dengan internet sekaligus.
            Dalam arti yang lebih luas, Konvergensi mengubah hubungan antara teknologi, industri, pasar, gaya hidup dan khalayak (Soekartono, 2010). Secara sederhana hal ini dapat dimaknai bahwa konvergensi telah mengubah pola hubungan produksi dan konsumsi. Dalam hubungan industri-industri, konvergensi telah memunculkan merger antar perusahaan, akuisi, bahkan persaingan pasar yang besar. Dalam hubungan aplikasi-aplikasi, dengan adanya proses konvergensi, kini satu buah Handphone sudah dapat digunakan untuk mengkases kamera, kalkulator, e-mail, e-banking, dan sebagainya. Belum lagi dalam hubungan produsen-konsumen, konvergensi telah membongkar batas antara produsen dan konsumen konten. Kini, siapa saja bisa membuat isi pesan.
Konvergensi telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan industri, khususnya industri media. Media menjadi harus melakukan proses konvergensi untuk bisa tetap “hidup”. Di Indonesia, media melakukan berbagai cara untuk menempuhnya. Media besar di Indonesia kebanyakan masih latah terhadap pola penerapan konvergensi media. Hal yang dipikirkan hanya sebatas masalah akuisisi. Sebagai contoh: TransCorp yang membeli kanal Detik[dot]com. Contoh lain Kompas Gramedia yang membentuk Kompas[dot]com dan KompasTV. Kompas Gramedia mungkin tidak melakukan akuisisi. Namun media-media yang ada tersebut (Koran Kompas, Kompas[dot]com, dan KompasTV) hanya sebatas memenuhi prinsip 3M (multimedia, multichannel, multiplatform), yang menjadi ciri dari konvergensi media, atas kepemilikannya saja. Sehingga tidak ada kesinambungan konten antar satu media dengan media yang lain.

Pada akhirnya, konvergensi yang terjadi hanya sebatas perubahan bentuk media penyalurannya saja. Sebuah perusahan media besar hadir dengan kanal-kanal media yang mana kanal-kanal tersebut berjalan sendiri-sendiri. Akibat dari media yang tidak saling terkait ini, setiap media berlomba-lomba dengan bentuknya masing-masing. Media daring misalnya, dia akan mengandalkan kecepatannya untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya. Hal ini berdampak pada munculnya berita-berita singkat yang kurang akurat.

No comments:

Post a Comment